Kamis, 11 Oktober 2012

Sang Visioner

Lafran Pane, seorang mahasiswa cerdas dari Jogyakarta. Dia telah memikirkan dengan cukup lama bagaimana membentuk sebuah organisasi kemahasiswaan yang progresif, kritis, dan beriman, serta mampu berfikir sejak dini bagaiamana mengawal cita-cita kemerdekaan RI yang telah di rebut dengan berdarah-darah setelah ratusan tahun dijajah.
Himpunan Mahasiswa Islam, pada 5 Februari tahun 1947 telah terbentuk, organisasi yang digagas oleh Lafran Pane ini merupakan konklusi adanya kerumitan memetakan jiwa dan arah pengawalan mahasiswa terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dalam sejarahnya menuai banyak perdebatan tentang konsep nation-state. Negara Islam vs nasionalis.
Tesa dan antitesa inilah yang melahirkan sintesis, bahwa perlu adanya upaya mengeksplorasi semua spirit kebangsaan menjadi sebuah jiwa yang utuh. Agar anak bangsa akan tumbuh menjadi bangsa yang bermartabat, berilmu, beriman, dan memiliki kapasitas yang siap menata negeri ini ke depan.
HMI adalah sebuah organisasi ekstra kampus yang tertua di Indonesia, organisasi mahasiswa yang berasaskan islam ini telah banyak menoreh sejarah dalam kancah hiruk-pikuk perpolitikan di Indonesia.
Sebagai seorang mahasiswa, Lafran Pane menganggap bahwa, negara perlu dikontrol oleh mahasiswa atas berbagai macam kebijakan pemerintah agar tetap berpihak kepada rakyat. Untuk itulah sifat organisasi HMI pada hakikatnya harus independen. Independensi organisasi ini adalah sebuah jiwa ideal, kritis dan intelektual dalam mengawal percepatan bangsa yang mandiri.
Ada 3 hal yang mendasari HMI terbentuk yaitu : kondisi ke-ummat-an, kondisi ke-bangsa-an, dan Ke-mahasiswaan.
Ketiga kondisi di atas perlu dibenahi untuk membentuk civic empowerment, memberdayakan masyarakat agar lebih cerdas,kreatif, dan mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Sepak terjang HMI, sejak kelahiranya telah memberikan konstribusi dalam pendewasaan politik dan ekonomi di negeri ini. Ketika PKI menancapkan kukunya dinegeri ini, Himpunan Mahasiswa Islam menyatakan sikap sejak awal dan jelas dengan sebuah kalimat ‘ Ganyang PKI’.
Di masa orde lama HMI diperhadapkan pada sebuah negeri yang bingung, perang dingin pasca perang dunia II telah membuat soekarno harus menerima PKI setengah hati dengan konsep Nasakomnya. dia ingin mengawinkan spirit blok timur dan barat.
HMI dan aktivitas mahasiswa Indonesia tampil setiap saat, mereka melakukan gerakan pengkaderan di kampus-kampus, berdiskusi tentang sebuah nilai, dari segala aspek di negeri ini.

Di era orde baru, HMI harus menghadapi fasisme orde baru yang sangat lihai mematikan gerakan-gerakan sosial mahasiswa. Termasuk mengharuskan seluruh ormas dan partai politik berasaskan pancasila.
HMI dengan aturan itu akhirnya pecah, HMI Dipo dan HMI MPO. Kelompok HMI Dipo akhirnya tunduk kepada aturan orde baru. Sementara MPO tetap dengan asas Islam.
Tapi, friksi ini ternyata tak menjadi soal, karena dengan adanya eksistensi Dipo membuat eksistensi MPO tumbuh tanpa di bubarkan oleh pemerintah orde baru. Demikian juga dengan sebaliknya.
Kematangan ideopolitikstratak ( ideologi,politik,strategi dan taktik) membuat dia sangat dekat dengan setiap aksi sosial di negeri ini.
Soe Hok Gie, dalam catatan hariannya telah banyak berdiskusi dengan kader HMI dan menganggapnya sebagai sebuah potensi bangsa yang baik.
Sebagai organisasi ekstra kampus yang tertua, HMI pernah menginisiasi terbentuknya kelompok cipayung yang berusaha menyatukan organisasi ekstra kampus yang lainya, seperti GMKI, GMNI, dan organisasi ekstra kampus yang lain.
Konflik dengan penguasa, aparat keamanan adalah sebuah pengalaman tersendiri yang terkadang menjadi memori traumatis di organisasi HMI. Eksistensi organisasi semakin tajam. Karena pluralitas ide yang ada di HMI begitu terbuka.
Di HMI mereka harus memahami berbagai macam prinsip nilai dasar perjuangan yang telah di gagas oleh almarhum Nurcholish Madjid. Seorang kader HMI yang meletakkan Islam dan nilai-nilainya sebagai sebuah dimensi yang tidak hanya ritual ibadah tapi menjadikannya sebagai sebuah spirit sosial yang ingin menembus batas-batas etnis, agama, menuju sebuah bangsa yang makmur, sejahtera , beriman dan mendapat ridho dari Allah S.W.T.
Hari ini
HMI kembali bergeliat, benak masa lalu telah membangunkan mereka. peta konflik kembali mereka hadapi. Tak banyak yang memahami bahwa di balik ‘anarki’ yang nampak ada kekuatan bahasa dan teks yang berusaha mereka runtuhkan.

YAKUSA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar